Senin, 09 Februari 2015

KASUS KEJAHATAN KORPORASI ( KASUS PT GALUH CEMPAKA )

A. Latar Belakang

Saat ini di berbagai sektor perekonomian ditemukan banyak pelanggaran korporasi yang telah menimbulkan banyak kerugian dan kerusakan. Walaupun terdapat berbagai bukti yang menunjukkan adanya kejahatan korporasi, namun hukuman atas tindakan tersebut selalu terabaikan. Kejahatan korporasi yang telah terjadi pada berbagai perusahaan di masa lalu juga dapat terjadi kembali. Oleh karena itu, perlu diketahui bagaimana cara untuk mencegahnya.
Banyak perusahaan yang dengan sengaja atau bahkan berulang-ulang melakukan tindakan yang melanggar etika bisnis bahkan hukum yang berlaku. Pandangan masyarakat terhadap kejahatan korporasi sangat berbeda dengan pandangan mereka pada kejahatan jalanan. Padahal hampir pada setiap kejadian, efek dari kejahatan korporasi selalu lebih merugikan, memakan biaya lebih besar, berdampak lebih meluas, dan lebih melemahkan daripada bentuk kejahatan jalanan.
Kejahatan sesungguhnya tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat. Semakin maju dan berkembang peradaban umat manusia, akan semakin mewarnai bentuk dan corak kejahatan yang akan muncul ke permukaan. Begitulah setidaknya, ketika manusia belum menemukan alat canggih seperti komputer, maka yang namanya kejahatan komputer tidak pernah dikenal. Baru setelah komputer merajelela di berbagai belahan dunia, maka orangpun disibukkan pula dengan efek samping yang ditimbulkannya yaitu berupa kejahatan komputer.
Demikian pula halnya dengan corak kejahatan di bidang perbankan, kejahatan terhadap pencemaran lingkungan hidup, money laundering, kejahatan di bidang ekonomi; korupsi dan lain-lain, semua kejahatan ini lahir dan tumbuh seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dicapai oleh manusia.Kejahatan-kejahatan ini termasuk dalam kategori kejahatan kelas “elite”. Dikatakan “elite”, karena tidak semua orang dapat melakukannya.
Kejahatan kelas “elite” ini tidak membutuhkan tenaga fisik yang banyak. Kemampuan pikir merupakan faktor yang penting untuk mencapai hasil yang berlipat ganda. Namun sayang, kejahatan jenis ini seringkali tidak terpantau dan bahkan dalam banyak hal, aparat penegak hukum justru kalah terampil dari pelakunya, baik itu yang berkenaan dengan objek yang menjadi sasaran kejahatan maupun masalah pembuktian dalam proses peradilan.


B. Pengertian Kejahatan Korporasi

Kejahatan diartikan sebagai suatu perbuataan yang oleh masyarakat dipandang sebagai kegiatan yang tercela, dan terhadap pelakunya dikenakan hukuman (pidana). Sedangkan korporasi adalah suatu badan hukum yang diciptakan oleh hukum itu sendiri dan mempunyai hak dan kewajiban. Jadi, kejahatan korporasi adalah kejahatan yang dilakukan oleh badan hukum yang dapat dikenakan sanksi. Dalam literature sering dikatakan bahwa kejahatan korporasi ini merupakan salah satu bentuk White Collar Crime.
Menurut Sutherland, kejahatan kerah putih adalah “sebuah perilaku kriminal atau perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang dari kelompok yang memiliki keadaan sosio-ekonomi yang tinggi dan dilakukan berkaitan dengan aktifitas pekerjaannya”. Selanjutnya dijelaskan, bahwa kejahatan kerah putih (WCC) sebagian besar berkaitan dengan kejahatan atau perusakan terhadap kepercayaan yang ada. Kejahatan atau perusakan terhadap kepercayaan yang ada ini secara lebih luas dibagi dalam dua bagian atau tipe. Tipe pertama, ialah penyajian atau pengambaran yang keliru, dan yang keduaadalah duplikasi atau perbuatan bermuka dua. Tipe yang pertama berhubungan erat dengan penipuan, pengecohan atau diperbudaknya seseorang. Sedangkan tipe kedua berkaitan secara langsung dengan pengkhianatan kepercayaan maupun penipuan yang secara langsung dilakukan tetapi tidak kentara; tidak terlihat secara kasat mata, yaitu dengan cara mengelabui korbannya. Prinsip yang utama dari tipe yang kedua ini adalah dengan membuat sebuah penampilan yang baik (bonafide) kepada calon korban, menampilkan diri sebagai seorang yang profesional atau bisnismen (usahawan) namun dibalik itu adalah bertujuan untuk mengeruk keuntungan yang sebanyak-banyakanya dari calon korban, bagai musang berbulu domba.


C. Karakteristik Kejahatan Korporasi 

Salah satu hal yang membedakan antara kejahatan korporasi dengan kejahatan konvensional atau tradisional pada umumnya terletak pada karakteristik yang melekat pada kejahatan korporasi itu sendiri, antara lain :
1.   Kejahatan tersebut sulit terlihat ( Low visibility ), karena biasanya tertutup oleh kegiatan pekerjaan yang rutin dan normal, melibatkan keahlian professional dan sistem organisasi yang kompleks.
2.      Kejahatan tersebut sangat kompleks ( complexity ) karena selalu berkaitan dengan kebohongan, penipuan, dan pencurian serta sering kali berkaitan dengan sebuah ilmiah, tekhnologi, finansial, legal, terorganisasikan, dan melibatkan banyak orang serta berjalan bertahun – tahun.
3.     Terjadinya penyebaran tanggung jawab ( diffusion of responsibility ) yang semakin luas akibat kompleksitas organisasi.
4.      Penyebaran korban yang sangat luas (diffusion of victimization ) seperti polusi dan penipuan.
5.   Hambatan dalam pendeteksian dan penuntutan ( detection and prosecution ) sebagai akibat profesionalisme yang tidak seimbang antara aparat penegak hukum dengan pelaku kejahatan.
6.    Peraturan yang tidak jelas (ambiguitas law ) yang sering menimbulkan kerugian dalam penegakan hukum.
7.      Sikap mendua status pelaku tindak pidana. Harus diakui bahwa pelaku tindak pidana pada umumnya tidak melanggar peraturan perundang – undangan tetapi memang perbuatan tersebut illegal.


D. Faktor-faktor Pendorong Kejahatan Korporasi

1. Persaingan
Dalam menghadapi persaingan bisnis, korporasi dituntut untuk melakukan inovasi seperti penemuan teknologi baru, teknik pemasaran, usaha-usaha menguasai atau memperluas pasar. Keadaan ini dapat menghasilkan kejahatan korporasi seperti memata-matai saingannya, meniru, memalsukan, mencuri, menyuap, dan mengadakan persekongkolan mengenai harga atau daerah pemasaran.
2. Pemerintah
Untuk mengamankan kebijaksanaan ekonominya, pemerintah antara lain melakukannya dengan memperluas peraturan yang mengatur kegiatan bisnis, baik melalui peraturan baru, maupun penegakkan yang lebih keras terhadap peraturan-peraturan yang ada. Dalam menghadapi keadaan yang demikian, korporasi dapat melakukannya dengan cara melanggar peraturan yang ada, seperti pelanggaran terhadap peraturan perpajakan, memberikan dana-dana kampanye yang ilegal kepada para politisi dengan imbalan janji-janji untuk mencaut peraturan yang ada, atau memberikan proyek-proyek tertentu, mengekspor perbuatan ilegal ke negara lain.
3. Karyawan
Tuntutan perbaikan dalam penggajian, peningkatan kesejahteraan dan perbaikan dalam kondisi-kondisi kerja. Dalam hubungan dengan karyawan, tindakan-tindakan korporasi yang berupa kejahatan, misalnya pemberian upah di bawah minimal, memaksa kerja lembur atau menyediakan tempat kerja yang tidak memenuhi peraturan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja.
4. Konsumen
Ini terjadi karena adanya permintaan konsumen terhadap produk-produk industri yang bersifat elastis dan berubah-ubah, atau karena meningkatnya aktivitas dari gerakan perlindungan konsumen. Adapun tindakan korporasi terhadap konsumen yang dapat menjurus pada kejahatan korporasi atau yang melanggar hukum, misalnya iklan yang menyesatkan, pemberian label yang dipalsukan, menjual barang-barang yang sudah kadaluwarsa, produk-produk yang membahayakan tanpa pengujian terlebih dahulu atau memanipulasi hasil pengujian
5. Publik
Hal ini semakin meningkat dengan tumbuhnya kesadaran akan perlindungan terhadap lingkungan, seperti konservasi terhadap air bersih, udara bersih, serta penjagaan terhadap sumber-sumber alam. Dalam mengahadapi lingkungan publik, tindakan-tindkaan korporasi yang merugikan publik dapat berupa pencemaran udara, air dan tanah, menguras sumber-sumber alam.

E. Contoh Kasus

KASUS PT GALUH CEMPAKA SEBAGAI KEJAHATAN KORPORASI

Kejahatan korporasi adalah kejahatan yang dilakukan oleh para karyawan atau pekerja terhadap korporasi, korporasi yang sengaja dibentuk dan dikendalikan untuk melakukan kejahatan. Pada awalnya korporasi atau badan hukum adalah subjek yang hanya dikenal didalam hukum perdata. Apa yang dinamakan badan hukum itu sebenarnya adalah ciptaan hukum, yaitu dengan menunjuk kepada adanya suatu badan yang berdiri status sebagai subjek hukum, disamping subjek hukum yang berwujud manusia alamiah.
Sally A Simpson yang mengutip pendapat John Braithwaite menyatakan kejahatan korporasi adalah “conduct of a corporation, or employess acting on behalf of a corporation, which is proscribed and punishable by law” (melakukan suatu koorporasi, atau karyawan yang bertindak atas nama sebuah perusahaan yang dilarang dan dikenai sanksi hukum). Simpson menyatakan bahwa ada tiga ide pokok dari definisi Braitwaite mengenai kejahatan korporasi. Pertamaa, tindakan illegal dari korporasi dan agen-agennya berbeda dengan perilaku kriminal kelas sosioekonomi bawah dalam hal prosedur administrasi. Karenannya, yang digolongkan kejahatan korporasi tidak hanya tindakan kejahatan atas hukum pidana, tetapi juga pelanggaran atas hukum perdata dan administrasi. Kedua. Baik korporasi (sebagai “subjek hukum perorangan “legal person”) dan perwakilannya termasuk sebagai pelaku kejahatan (as illegal actors), dimana dalam praktek yudisialnya, bergantung pada antara lain kejahatan yang dilakukan, aturan dan kualitas pembuktian dan penuntutan. Ketiga, motivasi kejahatan yang dilakukan korporasi bukan bertujuan untuk keuntungan pribadi, melainkan pada pemenuhan kebutuhan dan pencapaian keuntungan organisasional. Tidak menutup kemungkinan motif tersebut ditopang pula oleh norma operasional (internal) dan sub kultur organisasional.
Kejahatan yang terjadi pada kasus sumber daya alam dan lingkungan hidup adalah suatu kejahatan yang tidak berhenti ketika pelaku berhasil dijebloskan kedalam penjara atau memberikan ganti kerugian. Kejahatan ini akan menimbulkan dampak yang akumulatif dan cenderung melahirkan suatu bentuk kejahatan baru. Destructive logging / perusahaan hutan adalah contoh konkret yang selanjutnya dapat melahirkan rentetan bencana berupa banjir, longsor, kekeringan, gagal panen, gagal tanam dan kebakaran hutan. Bahkan dampak dari destructive logging dapat menimbulkan hilangnya nyawa dan harta benda bagi mereka yang tertimpa bencana ikutan tersebut.
KASUS :
PT Galuh Cempaka bergerak dalam bidang pertambangan intan, PT tersebut membuang limbah industri ke aliran sungai yang dapat membahayakan bagi kesehatan dan keselamatan masyarakat sekitar. Menurut data yang didapatkan dari siaran pers WALHI Kalimantan selatan, pencemarn yang dilakukan oleh PT. Galuh Cempaka tersebut mengakibatkan tingkat keasaaman air sungai mencapai ph 2,97. Hal ini sangat bertentangan dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kalimantan Selatan, yaitu tingkat ph normal air sungai sebesar 6 hingga 9 ph. Selain itu efek dari penambangan tersebut mengancam ketahanan pangan dikota Banjarbaru. Lumbung padi kota banjarbaru terancam dengan aktivitas penambangan PT Galuh Cempaka. Dampak lingkungan ini juga menuruni fungsi sungai sebagai pengatur tata air, minimal pada tiga sungai di kelurahan palam. Penyebabnya tak lain pengelolaan tambang yang carut marut dimana perencanaan pertambangan tidak mengakomodir kepentingan masyarakat sekitar dan terkesan arogan.
Setelah ditelusuri ternyata dokumen AMDAL yang dibuat PT Galuh Cempaka cacat hukum dan pada implementasinya juga tidak dijalankan. Dengan kata lain dokumen amdal hanya sebagai persyaratan administrasi belaka. Dampak langsung yang terjadi adalah penurunan kualitas air yang menyebabkan rusaknya fungsi biologis. Hal ini terlihat dari ikan-ikan yang mati, tidak mengalirnya air secara normal bahkan dua sungai tidak berfungsi. Belum lagi genangan air banjir yang mengakibatkan terendamnya ribuan hektare sawah masyarakat yang berakibat pada keterlambatan panen untuk musim tanam. Jika hal ini terus dibiarkan dapat mengakibatkan penurunan kualitas air yang akan mengancam kepunahan biota air. Sungai yang tidak berfungsi sebagai pengatur tata air akan mengakibatkan krisis yang lebih jauh dan berdampak besar berupa krisis ketahanan pangan yang dapat mengakibatkan krisis ekonomi. Masalah ini dianggap sebagai kejahatan korporasi lingkungan karena sudah jelas melanggar UU yang telah ditatapkan, yaitu UU No 23 Tahun 1997, Tentang pengelolaan Lingkungan Hidup, Bab VI Pasal 20 ayat 1 “Tanpa suatu keputusan izin, setiap orang dilarang melakukan pembuangan limbah ke media lingkungan hidup.
Kejahatan lingkungan adalah kejahatan yang dilakukan oleh orang atau kelompok atau Badan hukum yang bersifat merusak dan mencemari lingkungan. Dalam kacamata krimonologi, kejahatan lingkungan memiliki perbedaan dengan kejahatan konvensional. Ciri utama dari kejahatan ini adalah dilakukan oleh perusahaan-perusahaan (korporasi) dalam menjalankan usahanya.
Permasalahan lingkungan yang disebabkan oleh perusahaan PT Galuh Cempaka seakan menjadi benalu yang menguras sumber kekayaan alam, dan sekaigus memberikan dampak kerusakan bagi lingkungan yang akhirnya akan memberikan kerugian yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat di Indonesia.
Solusinya
Menurut saya kenapa kasus tersebut bisa terjadi karena kurangnya kontrol dari pemerintah terhadap perusahaan-perusahaan yang mengadakan eksploitasi di bumi nusantara ini. Selain itu, pelaksanaan kententuan hukum yang berlaku terhadap pelaku kejahatan lingkungan terasa masih setengah-setengah. Pelaku kejahatan lingkungan tidak mendapatkan stigma masyarakat yang berat dan melekat. Karena apa yang dilakukan oeh pelaku kejahatan tidak memberikan dampak secara langsung melainkan secara lamban namun sangat fatal. Hal ini disebabkan oleh kurangnya sosialisasi kepada masyarakat tentang kejahatan lingkungan itu sendiri. Meskipun sudah jelas dicantumkan dalam UU tentang pelanggaran yang berkaitan dengan lingkungan, tetapi masih banyak dari masyarakat yang tidak mengetahui tolak ukur untuk menentukan apakah suatu kejahatan masuk ke dalam kategori kejahatan lingkungan atau tidak. Masyarakat baru akan sadar ketika telah jatuh korban dan muncunya berbagai masalah yang diakibatkan oleh pencemaran lingkungan tersebut, seperti masalah penyakit kulit yang terjadi pada kasus PT Galuh Cempaka.
Seharusnya untuk menangani permasalahan ini peran pemerintah sangat dibutuhkan karena dalam karakteristik kejahatan korporasi, pembuktian apakah suatu perusahaan melakukan kejahatan atau tidak, hanya bisa dilakukan oleh pemerintah atau Badan Hukum yang bersangkutan. Selain itu sosialisasi tentang kejahatan korporasi akan lebih baik apabila ada inisiatif dari pemerintah untuk mengadakan peningkatan pengenalan mengenai kejahatan-kejahatan seperti apa saja yang bisa dikatakan sebagai kejahatan korporasi.
Kejahatan korporasi yang dimaksud adalah kejahatan korporasi dibidang lingkungan hidup, yaitu tindakan pencemaran dan perusakan lingkungan dilakukan oleh sebuah korporasi bernama Galuh cempaka. Dampak yang diakibatkan adanya perbuatan oleh korporasi tersebut merugikan tidak hanya secara material, namun juga telah merugikan lingkungan hidup masyarakat. Hal seperti ini dapat dikatakan sebagai sebuah perbuatan tindak kejahatan. Dalam kasus ini ditemukan beberapa pelanggaran hukum yang bisa dijerat dengan pasal-pasal dalam undang-undang antara lain hukum lingkungan hidup (UULH), hukum pidana (KUHP) dan hukum perdata (KUHPer).
Terkait dengan PT Galuh Cempaka, menurut organisasi non pemerintah yang fokus pada persoalan lingkungan ini, perusahaan tersebut telah melakukan kejahatan korporasi yaitu sengaja melakukan pembuangan limbah atau zat ke aliran sungai yang dapat membahayakan bagi kesehatan dan keselamatan orang byk. Perbaikan sistem pengolahan air limbah (sispal) yang dilakukan PT Galuh Cempaka adalah suatu keharusan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan.
Sanksi dapat dijatuhkan kepada perorangan yaitu setiap orang yang memberi perintah maupun yang melaksanakan perintah, dalam kejadian ini, korporasi dapat juga dijadikan tersangka sesuai dalam pasal 45 dan pasal 46 UU No.23/1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, dan didalam RUU KUHP paragraph 7 tentang korporasi yang dimulai dari pasal 44-49.
Melihat polanya maka dalam pandangan diatas, kejahatan ini bukanlah suatu peristiwa yang berdiri sendiri. Kesalahan dalam pengurusan yang telah berlangsung lama menjadi salah satu faktor utama pendorong terjadinya kejahatan tersebut termasuk regulasi yang mengaturnya. Belum lagi lemahnya penegakan hukum yang berimplikasi pada semakin tingginya tingkat kejahatan tersebut. Parahnya oknum aparat penegak hukum juga menjadi bagian dari praktek atau modus bagaimana kejahatan ini berlangsung dan dilakukan terus menerus.
Di Indonesia adalah satu peraturan yang mempidanakan kejahatan korporasi adalah undang-undang nomor 23 thun 1997 tentang lingkungan hidup. Hal ini dapat dilihat dari isi pasal 46 yang mengadopsi doktrin vicarious liability. Meskipun tidak digariskan secara jelas seperti dalam KUHP Belanda, berdasarkan sistem hukum pidana di Indonesia pada saat ini terdapat tiga bentuk pertanggungjawaban pidana dalam kejahatan korporasi berdasarkan regulasi yang sudah ada, yaitu : dibebankan pada korporasi itu sendiri, seperti diatur dalam Psaal 65 ayat 1 dan 2 UU No.38/2004 tentang jalan. Dapat pula dibebankan kepada organ atau pengurus korporasi yang melakukan perbuatan atau mereka yang bertindak sebagai pemimpin dalam melakukan tindak pidana, seperti yang diatur dalam Pasal 20 UU No,31/1999 tentang tindak pidana korupsi dan UU No.31/2004 tentang perikanan kemudian kemungkinan berikutnya adalah dapat dibebankan baik kepada pengurus korporasi sebagai pemberi perintah atau pemimpin dan juga dibebankan kepada korporasi, contohnya seperti dalam pasal 20 ayat 1 UU No.31/1999 tentang tindak pidana korupsi.
Penting untuk melakukan upaya rehabilitasi dari kerusakan lingkungan yang terjadi. Sehingga kasus ini juga bisa dijadikan pembelajaran bagi kehidupan berbangsa dan bernegara untuk melindungi warga Negara dan kepentingan ekonomi, sosial dan lingkungan hidupnya. Eksploitasi dan eksplorasi telah menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan dan pencemaran lingkungan, dalam UUPLH No.23 tahun 1997 hal ini telah melanggar Pasal 41 hingga pasal 45 undang-undang tersebut. Dalam ketentuan pasal 33 ayat 3 UUD 1945, bahwasannya bumi. Air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai  oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat dan digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Masalah ini tidak akan pernah selesai tanpa ada inisiatif dari kita semua untuk menanggulanginya. Sebagai individu ataupun masyarakat, kita juga memiliki kewajiban untuk menjaga lingkungan kita. Lebih baik kita siaga sejak dini daripada baru akan menyadarinya saat berbagai masalah yang baru muncul akibat pencemaran lingkungan. Sebagai penegak hukum, seharusnya masalah seperti ini harus ditangani secara serius, karena permasalahan yang berkaitan dengan kejahatan korporasi tersangka sangat sulit ditangkap ataupun dikenali. Sesuai dengan fungsinya baik secara mikro maupun makro, sebuah bisnis yang baik harus memiliki etika dan tanggung jawab social. Nantinya, jika sebuah perusahaan memiliki etika dan tanggung jawab social yang baik, bukan hanya lingkungan makro dan mikronya saja yang akan menikmati keuntungan, tetapi juga perusahaan itu sendiri. Oleh karena itu, sebuah perusahaan harus mementingkan yang namanya etika bisnis. Agar ketika dia menjalani bisnisnya, tidak merugikan pihak manapun, dan sebuah perusahaan harus mempunyai tempat pembuangan limbah sendiri. Para pelaku bisnis harus mempertimbangkan standar etika demi kebaikan dan keberlangsungan usaha dalam jangka panjang. Untuk penanganan masalah lingkungan tersebut sebaiknya Bapedal segera turun tangan, jangan sampai berlarut-larut yang bisa berdampak pada sosial masyarakat. Pembangunan disamping dapat membawa kepada kehidupan yang lebih baik juga mengandung resiko karena dapat menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Untuk meminimalkan terjadinya pencemaran dan kerusakan tersebut perlu diupayakan adanya keseimbangan antara pembagunan dengan kelestarian lingkungan hidup, peningkatan kegiatan ekonomi melalui sektor industrialisasi tidak boleh merusak sektor lain.

Sumber : 
http://ajengaf.blogspot.com/2013/11/kasus-pt-galuh-cempaka-sebagai.html
http://teesasisuseso.blogspot.com/2013/11/kejahatan-korporasi-di-bidang.html

Senin, 17 November 2014

Pelnggaran Etika Bisnis Terhadap Etka Bisnis PT. Meto Batavia ( Batavia Air )

Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Bagus Irawan, menyatakan berdasarkan putusan Nomor 77 mengenai pailit,  PT Metro Batavia (Batavia Air)dinyatakan pailit. “Yang menarik dari persidangan ini, Batavia mengaku tidak bisa membayar utang,” ujarnya, seusai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 30 Januari 2013.

Ia menjelaskan, Batavia Air mengatakan tidak bisa membayar utang karena “force majeur”. Batavia Air menyewa pesawat Airbus dari International Lease Finance Corporation (ILFC) untuk angkutan haji. Namun, Batavia Air kemudian tidak memenuhi persyaratan untuk mengikuti tender yang dilakukan pemerintah.
Gugatan yang diajukan ILFC bernilai US$ 4,68 juta, yang jatuh tempo pada 13 Desember 2012. Karena Batavia Air tidak melakukan pembayaran, maka ILFC mengajukan somasi atau peringatan. Namun akrena maskapai itu tetap tidak bisa membayar utangnya, maka ILFC mengajukan gugatan pailit kepada Batavia Air di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pesawat yang sudah disewa pun menganggur dan tidak dapat dioperasikan untuk menutup utang.

 dari bukti-bukti yang diajukan ILFC sebagai pemohon, ditemukan bukti adanya utang oleh Batavia Air. Sehingga sesuai aturan normatif, pengadilan menjatuhkan putusan pailit. Ada beberapa pertimbangan pengadilan. Pertimbangan-pertimbangan itu adalah adanya bukti utang, tidak adanya pembayaran utang, serta adanya kreditur lain. Dari semua unsur tersebut, maka ketentuan pada pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Kepailitan terpenuhi.

Jika menggunakan dalil “force majeur” untuk tidak membayar utang, Batavia Air harus bisa menyebutkan adanya syarat-syarat kondisi itu dalam perjanjian. Namun Batavia Air tidak dapat membuktikannya. Batavia Air pun diberi kesempatan untuk kasasi selama 8 hari. “Kalau tidak mengajukan, maka pailit tetap,”

Batavia Air pasrah dengan kondisi ini. Artinya, kata dia, Batavia Air sudah menghitung secara finansial jumlah modal dan utang yang dimiliki. Ia pun menuturkan, dengan dipailitkan, maka direksi Batavia Air tidak bisa berkecimpung lagi di dunia penerbangan.

Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Herry Bakti meminta pada Batavia Air untuk memberikan informasi pada seluruh calon penumpang yang sudah membeli tiket. Agar informasi ini menyebar secara menyeluruh, Batavia Air diharus siaga di bandara seluruh Indonesia, Kamis (31/1).
“Kepada Batavia Air kami minta besok mereka untuk standby di lapangan Bandara di seluruh Indonesia? Untuk memberi penjelasan dan menangani penumpang-penumpang itu. Jadi kami minta mereka untuk stay di sana,” ujar Herry saat mengelar jumpa pers di kantornya, Jakarta, Rabu malam (30/1).
Herry mengatakan pemberitahuan ini sudah disampaikan kepada Batavia Air. “Kami sudah kirim informasi ini ke bandara-bandara yang ada untuk melakukan antisipasi besok di bandara (31/1),” imbuh Herry.
Menurut Herry, meskipun pangsa pasar Batavia Air tidak banyak tapi menurut siaga di bandara itu perlu dilakukan untuk mengantisipasi kebingungan pelanggan serta meminimalisir tudingan-tudingan bahwa pihak Batavia tidak bertanggungjawab.
Analisis :
Siapa yang melakukan:
Pihak PT METRO BATAVIA (Batavia Air)

Jenis Pelanggaran :
Gugatan yang diajukan ILFC bernilai US$ 4,68 juta, yang jatuh tempo pada 13 Desember 2012. Karena Batavia Air tidak melakukan pembayaran, maka ILFC mengajukan somasi atau peringatan. Namun akrena maskapai itu tetap tidak bisa membayar utangnya, maka ILFC mengajukan gugatan pailit kepada Batavia Air di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pesawat yang sudah disewa pun menganggur dan tidak dapat dioperasikan untuk menutup utang.

Bagaimana :
Batavia Air mengatakan tidak bisa membayar utang karena “force majeur”. Batavia Air menyewa pesawat Airbus dari International Lease Finance Corporation (ILFC) untuk angkutan haji. Namun, Batavia Air kemudian tidak memenuhi persyaratan untuk mengikuti tender yang dilakukan pemerintah.

Dampak/ Akibat :
Batavia Air sudah menghitung secara finansial jumlah modal dan utang yang dimiliki. Ia pun menuturkan, dengan dipailitkan, maka direksi Batavia Air tidak bisa berkecimpung lagi di dunia penerbangan, dan calon penumpang (Pembeli tiket) Batavia Air menjadi terlantar pada hari hari berikutnya.

Tindakan Pemerintah :
Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Herry Bakti meminta pada Batavia Air untuk memberikan informasi pada seluruh calon penumpang yang sudah membeli tiket. Agar informasi ini menyebar secara menyeluruh, Batavia Air diharus siaga di bandara seluruh Indonesia.

Kesimpulan :
Pendapat saya pribadi ketika melihat pelanggaran berikut ini adalah Kurangnya pertimbangan dari pihak manajemen Batavia Air untuk mengambil suatu keputusan, apakah yang di sebutkan sebagai pengambilan keputusan sebagai strategi pemenang tender dalam proyek Haji tersebut sudah Pihak Batavia Air sudah mampu bersaing dengan Perusahaan perusahaan Penerbangan lain yang ikut persaing Tender Pemerintah. Jika Tidak mampu menangani proyek pemerintah tersebut tentunya akan menjadi Bomerang bagi pihak manajemen yang sudah mengorbankan asetnya dan terikat janji untuk memenangkan Tender tersebut.

Faktor Affecting Public :
Pada sisi Faktor Physical juga apakah Qualitas atau mutu Batavia Air sudah termasuk dalam standar maskapai penerbangan Haji.

Sedangkan dalam faktor Competition banyak terdapat pesaing pesaing lain atau maskapai lain yang lebih tinggi menawarkan tender, sehingga batavia mengalami kalah tender,

Dalam faktor Financial, dan Ekonomic juga permasalahan tersebut saya pikir pihak manajemen Batavia terlalu terburu buru dalam menentukan sewa pesawat kepada (ILFC).

Lalu yang paling terpenting adalah Faktor Moral, dari sisi konsumen atau penumpang yang sudah memesan Tiket pesawat juga terlantar begitu saat hari berikutnya saat Batavia air di umumkan Pailit hal ini sangat merugikan calon penumpang, dan Batavia Air harus mempertnaggung jawab atas keterlantaran penumpang tersebut.

Undang undang yang dilanggar :

Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Kepailitan

1. Pasal 4, hak konsumen adalah :
Ayat 1 : “hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa”
Ayat 3 : “hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”


2. Pasal 7, kewajiban pelaku usaha adalah :
Ayat 2 : “memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan”


3. Pasal 8
Ayat 1 : “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan”
Ayat 4 : “Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran”


4. Pasal 19
Ayat 1 : “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”
Ayat 2 : “Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”
Ayat 3 : “Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal   transaksi”




Minggu, 19 Oktober 2014

Tugas Jurnal ETIKA BISNIS



JURNAL 1

NAMA:   Ati Harmoni1, Ade Andriyani2
JUDUL: PENILAIAN KONSUMEN TERHADAP CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PERUSAHAAN
TAHUN : 2008
TEMPAT: Pasir Gunung Selatan, Cimanggis-Depok,
KATA KUNCI : Corporate Social Responsibility (CSR), penilaian konsumen

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengkaji informasi yang terjadi dalam laman resmi perusahaan terkait CSR dan mengetahui penilaian konsumen mengenai bentuk nyata CSR perusahaan. Sebagai contoh kasus dipilih PT. Unilever Indonesia Tbk. Data primer dan sekunder digunakan dalam penelitian ini. Data primer diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada 50 orang responden yang tinggal di kelurahan Pasir Gunung Selatan, Cimanggis-Depok, yang menggunakan produk-produk Unilever yang dipilih secara acak. Data sekunder berupa Sustainability Report Unilever yang disajikan pada laman resmi perusahaan (http://www.unilever.co.id). Data kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Penilaian konsumen terhadap CSR perusahaan akan dilihat dari tiga hal utama yaitu hak konsumen, penetapan harga, dan etika perusahaan dalam beriklan. Dari hasil analisis, disimpulkan bahwa dari 3 (tiga) variabel yaitu hak konsumen, penetapan harga, dan etika dalam beriklan yang diukur, dengan 7 (tujuh) indicator yang ada, sudah sepenuhnya sesuai dengan penilaian dari konsumen.




JURNAL 2
 
NAMA : MUHAMMAD FAIZ ROSYADI

JUDUL : PENGARUH ETIKA BISNIS ISLAM TERHADAP CUSTOMER RETENTION (Studi Kasus Pada Bank BPD DIY Cabang Syariah)

TAHUN : 2012

TEMPAT : Studi Kasus Pada Bank BPD DIY Cabang Syariah

Kata kunci: Etika bisnis Islam, keadilan (‘adl), kehendak bebas (free will),

Semakin cepat dan pesat perkembangan perbankan syariah di Indonesia, mengakibatkan semakin ketatnya persaingan di dunia perbankan. Kecilnya tingkat pertumbuhan segmen pasar pada perbankan syariah, mengharuskan bank syariah untuk lebih meningkatkan kinerja pelayanan dan memperluas segmen pasar agar dapat mengejar selisih market share yang terlalu jauh dengan bank konvensional. Hal ini juga dialami oleh Bank BPD DIY Syariah, bank dituntut untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan agar mampu bersaing dalam persaingan tersebut. Untuk memperoleh profitabilitas yang tinggi pada perusahaan perlu adanya upaya untuk meningkatkan customer retention (mempertahankan nasabah) karena customer retention adalah kunci profitabilitas. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh etika bisnis Islam yang terdiri dari keadilan (‘adl), kehendak bebas (free will), tanggungjawab (responsibility), dan kebenaran, terhadap customer retention. Data diperoleh dari penyebaran kuesioner terhadap 100 nasabah Bank BPD DIY Syariah, yang diperoleh dengan menggunakan accidental sampling, kemudian dilakukan analisis terhadap data yang diperoleh dengan menggunakan analisis data secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif meliputi uji validitas dan realibilitas, uji asumsi klasik, analisis regresi berganda, pengujian hipotesis melalui uji t dan uji F, serta analisis koefisien determinasi (R2). Analisis kualitatif merupakan interpretasi dari data-data yang diperoleh dalam penelitian secara hasil pengolahan data yang sudah dilaksanakan dengan memberi keterangan dan penjelasan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa koefisien determinasi yang terlihat pada nilai Adjusted R Square sebesar 0,725 yang berarti bahwa customer retention pengaruhnya dapat dijelaskan oleh keempat variabel independen yaitu keadilan, kehendak bebas, tanggungjawab, kebenaran sebesar 72,5%, dan sisanya yaitu 27,5% dapat dijelaskan oleh variabel lain di luar model penelitian ini. Secara parsial berdasarkan hasil uji t variabel-variabel dalam penelitian ini berpengaruh positif dan signifikan dimana variabel tanggungjawab (responsibility) memiliki pengaruh terbesar dibandingkan variabel lain dalam penelitian ini, sedangkan variabel kebenaran memiliki pengaruh paling rendah terhadap customer retention. Berdasarkan uji F menunjukkan bahwa secara simultan atau bersama-sama variabel dalam penelitian ini yaitu keadilan, kehendak bebas, tanggungjawab, kebenaran, berpengaruh positif dan signifikan terhadap customer retention. Oleh karena itu untuk meningkatkan customer retention dalam suatu perusahaan, dapat dilakukan dengan cara meningkatkan penerapan etika bisnis Islam dalam setiap kegiatan bisnis.




JURNAL 3
 
NAMA                        : Sancaki Satia M,

JUDUL                       : PENGARUH ETIKA PROFESI AUDITOR EKSTERNAL DAN MASA PERIKATAN AUDIT TERHADAP KUALITAS AUDIT  PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK DIWILAYAH BANDUNG

TAHUN                      : 2008
TEMPAT                    : KANTOR AKUNTAN PUBLIK DIWILAYAH BANDUNG
KATA KUNCI           : Etika profesi auditor, Masa perikatan audit, kualitas audit

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari etika profesi auditor eksternal dan masa perikatan audit terhadap kualitas audit pada Kantor Akuntan Publik di Bandung. Dalam penelitian ini mengambil kasus pelanggaran terhadap standar auditing dimana ada dua Akuntan Publik yang melanggar terhadap standar auditing yaitu akuntan publik Muhamad Zen dan Rutlan Hidayat disini akuntan. Untuk kasus yang ke dua pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik yaitu KAP Nasrul Efendi & rekan serta akuntan publiknya yaitu Drs. Nasrul Amri dari kasus diatas maka kualitas yang dihasilkan oleh akuntan publik buruk yang mengakibatkan Kantor Akuntan Publik mereka di bebukan oleh Menteri Keuangan.  Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif dengan tipe penelitian deskriptif dan verifikatif yang dilakukan pada Kantor Akuntan Publik yang berada di wilayah Bandung dengan cara menyebarkan kuesioner kepada para praktisi yang terkait seperti pemilik KAP, auditor senior dan auditor junior. Hasil dari penelitian ini menghasilkan bahwa etika profesi auditor eksternal dan masa perikatan audit baik simultan maupun parsial berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap kualitas audit dengan corelasi untuk variable etika profesi auditor yaitu korelasi kuat dan untuk variabel masa perikatan audit yaitu korelasi sedang. 




http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/643/jbptunikompp-gdl-sancakisat-32113-12-unikom_s-l.pdf

http://digilib.uin-suka.ac.id/10594/1/BAB%20I,%20V,%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf


Selasa, 10 Juni 2014

Tugas Softskill Bahasa Indonesia

http://www.youtube.com/watch?v=VYR4dnbHILI&feature=youtu.be

Tugas Softskill Resensi Buku

Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia ; Strategi  Reformasi Pendidikan Nasional

Identitas Buku ( SUMARNI/ 09410018 )
Judul Buku        :Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia ; Strategi  Reformasi Pendidikan Nasional
Pengarang          : Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.Sc. Ed
Tahun Terbit     : Cetakan ketiga, Oktober 2002
Penerbit             : PT Remaja Rosdakarya
Kota terbit         : Bandung

Pendidikan adalah suatu proses menaburkan benih-benih budaya dan peradapan manusia yang hidup dan dihidupi oleh nilai-nilai atau visi yang berkembang dan dikembangkan didalam suatu masyarakat dan kebudayaan. Antara kebudayaan dan pendidikan terdapat hubungan yang sangat erat dalam arti keduanya berkenaan dengan suatu hal yang sama ialah nilai-nilai. Dalam pendidikan tidak ada suatu proses pendidikan tanpa kebudayaan dan tanpa masyarakat, dan sebaliknya tidak ada suatu kebudayaan dalam pengertian suatu proses tanpa pendidikan dan proses kebudayaan dan pendidikan hanya akan terjadi didalam hubungan antar manusia didalam suatu masyarakat tertentu.

Hakikat pendidikan adalah berkaitan dengan hakikat manusia. Dalam pendekatan epistimologis berusaha mencari makna pendidikan, sebagai ilmu yaitu menjadi objek yang akan menjadi dasar analisis  yang akan membangun ilmu pengetahuan  yang disebut ilmu pndidikan. Dalam hal ini artinya manusia hanya dapat dimanusiakan melalui proses pendidikan. Dalam pendekatan ini keberadaan peserta didik  dan pendidik tidak terlepas  dari makna keberadaan  manusia itu sendiri, karena peserta didik adalah anggota masyarakat. Sebagai anggota masyarakat peserta didik harus dipersiapkan menjadi angota masyarakat yang baik.
Budaya atau peradaban adalah suatu keseluruhan yang kompleks dari pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hokum, adat-istiadat, serta kemampuan-kemampuan dna kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan merupakan suatu proses pemanusiaan artinya di dalam kehidupan berbudaya terjadi perubahan, perkembangan, motivasi. Koentjaraningrat merumuskan kebudayaan sebagai keseluruhan gagasan dan karya manusia, yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta dari keseluruhan dari hasil budi dan karya.

Hakekat kebudayaan tampak dengan jelas betapa besar peranan pendidikan dalam perkembangan. Pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan kebudayaan, bahkan tanpa adanya pendidikan tidak mungkin kebudayaan itu berlangsung dan berkembang. Betapa besar peranan pendidikan dalam kebudayaan, maka dalam perkembangan ilmu pengetahuan muncul ilmu antropologi pendidikan. Peranan pendidikan dalam kebudayaan dapat dilihat dengan nyata didalam perkembangan kepribadian manusia. Tanpa kepribadian manusia tidak ada kebudayaan meskipun kebudayaan bukanlah sekedar jumlah dari kepribadian-kepribadian.

Hakikat kebudayaan dalam pendidikan bahwa kebudyaan tidak dapat dipisahkan  dari pendidikan, bahkan kebudayaan merupakan alas atau dasar pendidikan. Pendidikan di alaskan pada suatu kebudayaan yaitu aspek intelektual, tetapi kebudayan sebagai keseluruhan. Selain itu kebudayaan juga harus bersifat kebangsaan dengan demikian kebudayaan yang dimaksud adalah kebudayaan yang riil yaitu budaya yang hidup  di dalam masyarakat kebangsaan Indonesia. Didalam pendidikan juga memiliki tujuan atau arah unuk mewujudkan keperluan kehidupan. Yang dimaksud perikehidupan disini adalah seluruh kehidupan manusia, kebutuhan yang dirasakan oleh manusia. Arah tujuan tersebut untuk mengangkat derajat Negara dan rakyat. Oleh sebab itu kebudayaan merupakan dasar dari praktis pendidikan maka bukan saja seluruh proses pendidikan berjiwakan kebudayaan nasional, tetapi juga seluruh unsur kebudayaan  harus diperkenalkan dalam proses pendidikan.

Di dalam mencapai tujuan pendidikan, menurut Thomas Lichkona, tugas seorang guru adalah sangat berat. Antara lain; (1) pendidik haruslah menjadi seorang model sekaligus mentor dari peserta didik didalam mewujudkan nilai-nilai moral.(2) masyarakat sekolah haruslah merupakan masyarakat bermoral , (3) menciptakan suasana yang demokratis, kondusif dalam belajar dikelas, (4) mewujudkn nilai-nilai melalui kurikulum, (5) budaya kerjasama antar guru, (6) menumbuhkan kesadaran karya, (7) mengembangkan refleksi moral, (8) mengajarkan resolusi konflik.

Kebudayaan nasional Indonesia merupakan suatu system gagasan dan pralambang yang dapat dipakai oleh semua warga Negara  Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika untuk saling berkomunikasi dan dengan demikian akan memperkuat solidarits. Betapa pentingnya kita memiliki kebudayaan nasional. Suatu kebudayaan tidak pernah ada yang statis, demikian pula kebudayaan nasional Indonesia merupakan suatu kebudayaan “in the making’ yang artinya  terus menerus diciptakan dan dikembangkan. Proses pengembangan kebudayaan nasional Indonesia akan berjalan terus menerus. Dengan kata lain pengembangan kebudyaan bangsa Indonesia merupakan taggung jawab semua warga Indonesia, terutama lembaga-lembaga pendidikan nasional. Koentjaraningrat mengemukakan beberapa unsur yang menjadi syarat  dari unsur kebudayaan nasional, antara lain: (1) unsur kebudayaan nasional tersebut  merupakan hasil karya dari warga Indonesia (2) mengandung ciri khas Indonesia (3) haruslah menjadi kebanggaan sehingga setiap warga Negara mengidentifikasikan diri dengan budaya tersebut.

Kebudayaan pendidikan, merupakan konsep, gagasan, yang mendasari praktisi pendidikan. Kebudayaan pendidikan merupakan aspek dari keseluruhan kebudayaan. Oleh sebab itu kebudayaan pendidikan tidak terlepas dari keseluruhan elemen-elemen kebudayaan filsafat, pengetahuan, adat-istiadat, dan cara hidup lainnya. Sebagai aspek dari keseluruhan kebudayaan maka kebudayaan pendidikan juga mengandung dimensi-dimensi temporal dan spasial. Usaha untuk mengerti kebudayaan pendidikan khususnya didalam proses belajar mengajar , Bruner mengemukakan empat jenis pandangan pedagogic, antara lain: (1) pandangan internalis, ialah apa yang dilakukan oleh peserta didik didalam proses pendidikannya. (2) pandangan eksternalis, ialah apa yang dapat diperbuat oleh seorang pendidik terhadap peserta didik. (3) pandangan inter subjektif, ialah suatu proses interaksi antara pendidik dan peserta didik serta sesame peserta didik (4) pandangan objektivis, ialah suatu pandanan yang mengangap bahwa peserta didik sebagai seorang entomologis yang melihat para peserta didik seperti sekawan semut atau domba.

Manusia berpendidikan dan manusia berbudaya mengandung arti bahwa manusia yang berpendidikan adalah manusia yang berbudaya, karena berasal dari pengertian bahwa pendidikan adalah aspek kebudayaan. Dengan demikian seorang yang telah  berkembang sesuai dengan kebudayaan  adalah seseorang yang juga telah  pendidikan yang bertujuan sama dengan perkembangan pribadi didalam kebudayaan dimana pendidikan itu berlangsung. Seseorang yang berbudaya adalah seseorang yang menguasai dan berperilaku  sesuai dengan nilai-nilai budaya  khususnya nilai-nilai etis dan moral yang hidup dalam kebudayaan tersebut.

Masyarakat madani Indonesia adalah masyarakat yang baru, yakni masyarakat yang terbuka, maju, modern, Dalam pembangunan masyarakat madani  ada dua komponen yang berperan  yaitu individu sebagai pelaku di dalam masyarakat dan  pranata –pranata social yang menampung nilai-nilai budaya yang akan mengatur tercapainya tujuan bersama. Menurut Hika yang menjadi ciri-ciri masyarakat madani adalah : (1) kesukarelaan artinya merupakan suatu masyarakat paksaan atau karena indoktrinasi. (2) keswasembadaan artinya keanggotaan yang bersifat sukarela  untuk hidup bersama dan tidak akan menggantungkan hidupnya kepada orang lain.(3) kemandirian tinggi terhadap Negara adalah manusia yang percaya diri  sehinggga tidak tergantung pada perintah orang lain termasuk Negara. (4) keterkaita pada niali-nilai hokum yang disepakati bersama, berarti suatu masyarakat yang berdasarkan hukum  dan bukan Negara kekuasaan.

Dalam membangun masyarakat madani indonsia  perlu memperhatikan ciri-ciri khas sebagai berikut:
1.      Kenyataan adanya keragaman budaya Indonesia yang menjadi dasar pengembangan identitas bangsa Indonesia dan kebudayaan nasional.
2.      Pentingnya adanya saling pengertian antara sesame anggota masyarakat.
3.      Toleransi yang tinggi.
4.      Untuk melaksanakan nilai-nilai yang khas diperlukan wadah kehidupan bersama yang diwarnai oleh kepastian hokum.

Pendidikan dalam mayarakat madani Indonesia tidak lain ialah proses pendidikan yang mengakui hak-hak serta kewajiban perorangan didalam masyarakat. Beberapa strategi pembangunan masyarakat  madani Indonesia antara lain:

1.      Pendidikan dari, oleh, dan bersama-sama masyarakat
Pendidikan dari masyarakat artinya bahwa pendidikan haruslah memberikan jawaban kepada kebutuhan dari masyarakat sendiri. Jadi pendidikan ukan dituangkan dari atas, dari kepentingan pemerintah semata-mata, tetapi pendidikan yang tumbuh dari masyarakat  sendiri dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat itu sendiri. Pendidikan bersama-sama masyarakat artinya masyarakat diikutsertakan  didalam program-program pemerintahan  yang telah mendapatkan persetujuan  masyarakat karena ahir dari kebutuhan massyarakat  iu sendiri.

2.      Pendidikan didasar pada kebudayaan nasional yang bertumpu pada kebudayaan local
Pendidikan yang didasarkan pada kebudayaan menurut pranata social untuk pendidikan seperti pendidikan dalam keluarga, sekolah haruslah merupakan pusat penggalian  dan pengembangan kebudayaan  local dan nasional.

3.      Proses pendidikan mencakup  hominasi dan humanisasi
Dalam proses hominasi yang dimaksud adalah pengembangan manusia sebagai  makhluk hidup. Dengan proses humanisasi berarti manusia itu bukan hanya dapat hidup dan makan tetapi juga bertanggungjawab  terhadap dirinya sendiri  dan kesejahteraan masyarakat.

4.      Pendidikan demokrasi
Pendidikan dmokrasi yang merupakan tuntutan dari terbentuknya masyarakat madani Indonesia mengandung berbagai unsur, seperti manusia memerlukan kebebasan politik, intelektual, kesempatan bersaing, pendidikan.

5.      Kelembagaan pendidikan.

6.      Desentralisasi manajemen pendidikan nasional
Sistem dan praktis pendidikan nasional saat ini sifatnya sangat sentralistik dibawah satu komandodo di bawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

                Hasil yang diharapkan dari pendidikan Nasional untuk membangun masyarakat madani Indonesia adalah, bahwasannya pendidikan nasional yang berakar dari dan untuk pengembangan kebudayaan nasional harus mampu menumbuhkembangkan berbagai sikap manusia Indonesia yang memungkinkan lahirnya masyarakat madani Indonesia. Berbagai sikap tersebut antara lain: sikap demokratis, toleran, saling pengertian, berakhlak tinggi, beriman dan bertakwa, dan berwawasan gobal. Pada intinya sistem pendidikan Nasional mempunyai tugas melihat, memperhatikan dan mempersiapkan manusia dan mayarakat Indonesia untuk lebih siap menghadapi tantangan-tantangan global.


Sumber: http://paitarbiyah2009.blogspot.com/2012/04/tugas-seni-budaya.html