WAWASAN
NUSANTARA
Pengertian,
Latar Belakang Wawasan Nusantara
A. Pengertian Wawasan Nusantara
Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia diri dan lingkungannya, dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Wawasan Nusantara telah diterima dan disahkan sebagai konsepsi politik kewarganegaraan yang termaktub / tercantum dalam dasar-dasar berikut ini :
- Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1973 tanggal 22 maret 1973
- TAP MPR Nomor IV/MPR/1978 tanggal 22 maret 1978 tentang GBHN
- TAP MPR nomor II/MPR/1983 tanggal 12 Maret 1983
Ruang lingkup dan cakupan wawasan nusantara dalam TAP MPR '83 dalam mencapat tujuan pembangunan nasionsal :
- Kesatuan Politik
- Kesatuan Ekonomi
- Kesatuan Sosial Budaya
- Kesatuan Pertahanan Keamanan
B. Latar belakang dan proses terbentuknya wawasan nusantara setiap bangsa
Salah satu persyaratan mutlak harus dimiliki oleh sebuah negara adalah wilayah kedaulatan, di samping rakyat dan pemerintahan yang diakui. Konsep dasar wilayah negara kepulauan telah diletakkan melalui Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957. Deklarasi tersebut memiliki nilai sangat strategis bagi bangsa Indonesia, karena telah melahirkan konsep Wawasan Nusantara yang menyatukan wilayah Indonesia. Laut Nusantara bukan lagi sebagai pemisah, akan tetapi sebagai pemersatu bangsa Indonesia yang disikapi sebagai wilayah kedaulatan mutlak Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ada bangsa yang secara eksplisit mempunyai cara bagaimana ia memandang tanah airnya beserta lingkungannya. Cara pandang itu biasa dinamakan wawasan nasional. Sebagai contoh, Inggris dengan pandangan nasionalnya berbunyi: "Britain rules the waves". Ini berarti tanah Inggris bukan hanya sebatas pulaunya, tetapi juga lautnya.
Tetapi cukup banyak juga negara yang tidak mempunyai wawasan, seperti: Thailand, Perancis, Myanmar dan sebagainya. Indonesia wawasan nasionalnya adalah wawasan nusantara yang disingkat Wanus. Wanus ialah cara pandang bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 tentang diri dan lingkungannya dalam eksistensinya yang sarwa nusantara dan penekanannya dalam mengekspresikan diri sebagai bangsa Indonesia di tengah-tengah lingkungannya yang sarwa nusantara itu. Unsur-unsur dasar wasantara itu ialah: wadah (contour atau organisasi), isi, dan tata laku. Dari wadah dan isi wasantara itu, tampak adanya bidang-bidang usaha untuk mencapai kesatuan dan keserasian dalam bidang-bidang:
• Satu kesatuan wilayah
• Satu kesatuan bangsa
• Satu kesatuan budaya
• Satu kesatuan ekonomi
• Satu kesatuan hankam.
Jelaslah disini bahwa Wanus adalah pengejawantahan falsafah Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah negara Republik Indonesia. Kelengkapan dan keutuhan pelaksanaan Wanus akan terwujud dalam terselenggaranya ketahanan nasional Indonesia yang senantiasa harus ditingkatkan sesuai dengan tuntutan zaman. Ketahanan nasional itu akan dapat meningkat jika ada pembangunan yang meningkat, dalam "koridor" Wanus.
A. Pengertian Wawasan Nusantara
Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia diri dan lingkungannya, dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Wawasan Nusantara telah diterima dan disahkan sebagai konsepsi politik kewarganegaraan yang termaktub / tercantum dalam dasar-dasar berikut ini :
- Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1973 tanggal 22 maret 1973
- TAP MPR Nomor IV/MPR/1978 tanggal 22 maret 1978 tentang GBHN
- TAP MPR nomor II/MPR/1983 tanggal 12 Maret 1983
Ruang lingkup dan cakupan wawasan nusantara dalam TAP MPR '83 dalam mencapat tujuan pembangunan nasionsal :
- Kesatuan Politik
- Kesatuan Ekonomi
- Kesatuan Sosial Budaya
- Kesatuan Pertahanan Keamanan
B. Latar belakang dan proses terbentuknya wawasan nusantara setiap bangsa
Salah satu persyaratan mutlak harus dimiliki oleh sebuah negara adalah wilayah kedaulatan, di samping rakyat dan pemerintahan yang diakui. Konsep dasar wilayah negara kepulauan telah diletakkan melalui Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957. Deklarasi tersebut memiliki nilai sangat strategis bagi bangsa Indonesia, karena telah melahirkan konsep Wawasan Nusantara yang menyatukan wilayah Indonesia. Laut Nusantara bukan lagi sebagai pemisah, akan tetapi sebagai pemersatu bangsa Indonesia yang disikapi sebagai wilayah kedaulatan mutlak Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ada bangsa yang secara eksplisit mempunyai cara bagaimana ia memandang tanah airnya beserta lingkungannya. Cara pandang itu biasa dinamakan wawasan nasional. Sebagai contoh, Inggris dengan pandangan nasionalnya berbunyi: "Britain rules the waves". Ini berarti tanah Inggris bukan hanya sebatas pulaunya, tetapi juga lautnya.
Tetapi cukup banyak juga negara yang tidak mempunyai wawasan, seperti: Thailand, Perancis, Myanmar dan sebagainya. Indonesia wawasan nasionalnya adalah wawasan nusantara yang disingkat Wanus. Wanus ialah cara pandang bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 tentang diri dan lingkungannya dalam eksistensinya yang sarwa nusantara dan penekanannya dalam mengekspresikan diri sebagai bangsa Indonesia di tengah-tengah lingkungannya yang sarwa nusantara itu. Unsur-unsur dasar wasantara itu ialah: wadah (contour atau organisasi), isi, dan tata laku. Dari wadah dan isi wasantara itu, tampak adanya bidang-bidang usaha untuk mencapai kesatuan dan keserasian dalam bidang-bidang:
• Satu kesatuan wilayah
• Satu kesatuan bangsa
• Satu kesatuan budaya
• Satu kesatuan ekonomi
• Satu kesatuan hankam.
Jelaslah disini bahwa Wanus adalah pengejawantahan falsafah Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah negara Republik Indonesia. Kelengkapan dan keutuhan pelaksanaan Wanus akan terwujud dalam terselenggaranya ketahanan nasional Indonesia yang senantiasa harus ditingkatkan sesuai dengan tuntutan zaman. Ketahanan nasional itu akan dapat meningkat jika ada pembangunan yang meningkat, dalam "koridor" Wanus.
LANDASAN WAWASAN NASIONAL
Wawasan nasional dibentuk dan dijiwai oleh paham kekuasaan dan geopolitik yang
dianut oleh negara yang bersangkutan.
1. Paham-paham kekuasaan
a. Machiavelli (abad XVII)
Dengan judul bukunya The Prince dikatakan sebuah negara itu akan bertahan
apabila menerapkan dalil-dalil:
1. Dalam merebut dan mempertahankan kekuasaan segala cara
dihalalkan
2. Untuk menjaga kekuasaan rezim, politik adu domba (devide et
empera) adalah sah.
3. Dalam dunia politik,yang kuat pasti dapat bertahan dan menang.
b. Napoleon Bonaparte (abad
XVIII)
Perang dimasa depan merupakan perang total, yaitu perang yang mengerahkan
segala daya upaya dan kekuatan nasional. Napoleon berpendapat kekuatan politik
harus didampingi dengan kekuatan logistik dan ekonomi, yang didukung oleh
sosial budaya berupa ilmu pengetahuan dan teknologi suatu bangsa untuk membentuk
kekuatan pertahanan keamanan dalam menduduki dan menjajah negara lain.
c. Jendral Clausewitz (abad
XVIII)
Jendral Clausewitz sempat diusir pasukan
Napoleon hingga sampai Rusia dan akhirnya dia bergabung dengan tentara
kekaisaran Rusia. Dia menulis sebuah buku tentang perang yang berjudul “Vom
Kriegen” (tentang perang). Menurut dia perang adalah
kelanjutan politik dengan cara lain. Buat dia perang sah-sah saja untuk
mencapai tujuan nasional suatu bangsa
d. Fuerback dan Hegel (abad
XVII)
Paham materialisme Fuerback dan teori sintesis Hegel menimbulkan aliran
kapitalisme dan komunisme. Pada waktu itu berkembang paham perdagangan bebas
(Merchantilism). Menurut mereka ukuran keberhasilan ekonomi suatu negara
adalah seberapa besar surplus ekonominya, terutama diukur dengan seberapa
banyak emas yang dimiliki oleh negara itu.
e. Lenin (abad XIX)
Memodifikasi teori Clausewitz dan teori ini diikuti oleh Mao Zhe Dong yaitu
perang adalah kelanjutan politik dengan cara kekerasan. Perang bahkan
pertumpahan darah/revolusi di negara lain di seluruh dunia adalah sah, yaitu
dalam rangka mengkomuniskan bangsa di dunia.
f. Lucian W. Pye dan Sidney
Tahun 1972 dalam bukunya Political Cultural dan Political Development
dinyatakan bahwa kemantapan suatu sistem politik hanya dapat dicapai apabila
berakar pada kebudayaan politik bangsa ybs. Kebudayaan politik akan
menjadi pandangan baku dalam melihat kesejarahan sebagai satu kesatuan
budaya. Dalam memproyeksikan eksistensi kebudayaan politik tidak
semata-mata ditentukan oleh kondisi-kondisi obyektif tetapi juga harus
menghayati kondisi subyektif psikologis sehingga dapat menempatkan kesadaran
dalam kepribadian bangsa.
PAHAM
KEKUASAAN DAN GEOPOLITIK MENURUT BANGSA INDONESIA
I. Paham
kekuasaan Indonesia
Bangsa Indonesia yang berfalsafah dan berideologi
Pancasila menganut paham tentang perang dan damai berdasarkan : “Bangsa
Indonesia cinta damai, akan tetapi lebih cinta kemerdekaan”. Dengan demikian
wawasan nasional bangsa Indonesia tidak mengembangkan ajaran kekuasaan dan adu
kekuatan karena hal tersebut mengandung persengketaan dan ekspansionisme.
II. Geopolitik
Bangsa Indonesia
Geopolitik Bangsa Indonesia didasarkan atas nilai
KeTuhanan dan kemanusiaan yang luhur sesuai pembukaan UUD’45. Yang pada intinya
:
• Bangsa Indonesia cinta damai tapi lebih cinta kemerdekaan
• Bangsa Indonesia menolak segala bentuk penjajahan dan menolak ekspansionisme
• Bangsa Indonesia cinta damai tapi lebih cinta kemerdekaan
• Bangsa Indonesia menolak segala bentuk penjajahan dan menolak ekspansionisme
Dalam menjalin hubungan internasional Bangsa
Indonesia berpijak pada paham kebangsaan (nasionalisme) yang membentuk suatu
wawasan kebangsaan dengan menolah chauvinisme. Bangsa Indonesia terbuka dalam
menjalin hubungan kerjasama antar bangsa yang saling menolong dan saling
menguntungkan.
Paham Geopolitik Bangsa Indonesia
GeopolitikI : Persatuan dan Kesatuan : Bhinneka Tunggal Ika
Bangsa Indonesia cinta damai akan tetapi lebih cinta kepada kemerdekaan dan kedaulatan nusantara
Paham Indonesia tentang negara kepulauan ( berbeda dengan paham archipelago barat : laut sebagai pemisah pulau ) laut sebagai penghubung pulau, wilayah negara : satu kesatuan utuh tanah air.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar